Saudaraku,
Kebersamaan dan pertemanan di jalan Allah lah yang aakan mengantarkan kita menyelesaikan hidup dengan kebaikan. Persaudaraan, kebersamaan dan persahabatan di jalan Allah lah yang juga akan mengiringi kita pada kebahagiaan akhirat. Allah SWT memberitakan bahwa hanya pertemanan atas dasar iman dan takwalah yang abadi. “Teman-teman akrab pada hari itu (hari kiamat) sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa." (Qs. Az Zukhruf: 67). Ibnu Katsir mengatakan, “Seluruh pertemanan dan persahabatan yang tidak karena Allah pada hari kiamat akan berubah menjadi permusuhan." Begitu juga pesan Rasul SAW dalam haditsnya, yang menyebutkan bahwa kita akan dibangkitkan di hari kiamat bersama orang yang kita cintai.


Saudaraku,
Merenunglah. Siapa orang-orang yang kita cintai? Siapa orang-orang yang paling dekat dalam hidup dan hati kita? Siapa orang yang menghiasi ingatan kita? Siapa orang yang menemani langkah-langkah hidup kita? Orang shalehkah dia? Mengajak pada kebaikan dan keridhaan Allah kah dia? Bayangkanlah persahabatan orang beriman di akhirat sebagaimana digambarkan oleh Ali bin Abi Thalib RA. "Ada dua orang mukmin yang bersahabat dan berteman akrab. Salah seorang di antara keduanya meninggal lebih dahulu dan ia mendapat berita gembira dengan surga. Ketika itu ia mengingat teman akrabnya di kala di dunia lalu in berdoa: “Ya Allah, sesungguhnya fulan adalah teman akrabku, dia yang menganjurkanku berlaku taat kepada-Mu dan kepada Rasul-Mu. Dia yang mengajakku melakukan kebaikan dan mencegahku melakukan kemungkaran. Dia juga yang menyadarkanku akan pertemuan dengan-Mu. Ya Allah jangan Engkau sesatkan dia sepeninggalku sampai Engkau memperlihatkan kepada-nya kenikmatan yang Engkau berikan padaku dan sampai Engkau meridhainya sebagaimana Engkau ridha kepadaku," Maka Allah berkata kepadanya, "Pergilah, seandainya engkau tahu yang Aku berikan kepadanya pasti engkau akan banyak tertawa dan sedikit menangis. “

Kemudian teman akrabnya itu meninggal dan ruh mereka bertemu. Dikatakan pada mereka, “Saling memujilah kalian kepada sahabat kalian." Maka masing-masing mereka mengatakan, “Dia adalah sebaik-baik teman, sebaik-baik saudara, sebaik-baik sahabat…." Duhai indahnya. Pertemuan yang sangat mengesankan dan penuh kegembiraan.

Saudaraku,
Banyak kisah-kisah yang ditinggalkan para salafushalih tentang keadaan mereka setelah meninggal dunia. Di antaranya disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam kitab Ar-Ruh. Abdullah bin Mubarak mengatakan, “Aku mimpi bertemu Sufyan Ats Tsauri beberapa hari setelah ia meninggal dunia. Aku bertanya padanya, “Apa yang Allah lakukan terhadapmu sekarang?" Ia menjawab, “Aku bertemu Muhammad dan pasukannya..”

Dalam kisah lain, Ibnu Abid Duniya menyebutkan sebuah riwayat dari Yaqzhah binti Rasyid yang bercerita, “Marwan Al Mahlamy adalah tetanggaku. Dulu dia seorang hakim dan bersungguh-sungguh dalam ibadah ketika meninggal dunia aku menangkap kegembiraan yang terpancar dari mukanya. Tak berapa lama setelah itu aku mimpi bertemu dengannya, seperti layaknya mimpi yang terjadi dalam tidur. Aku bertanya, “Wahai Abu Abdullah apa yang Allah lakukan terhadap dirimu.“ Ia menjawab, “Allah memasukkan aku ke dalam surga," jawab-nya. “Kemudian apalagi?" “Aku dipertemukan dengan golongan kanan," jawabnya. Kemudian apa lagi?" “Aku dipertemukan dengan orang-orang yang mendekatkan diri kepada Allah." Aku bertanya, "Siapa orang yang engkau lihat di sana?” tanyaku. “Aku melihat Al Hasan bin Sirrin dan Maimun bin Sayyah,” jawabnya.

Seperti itulah keadaan mereka setelah meninggalkan dunia. Bertemu dengan orang-orang yang dahulunya menjadi teman dan penghias hari-hari mereka. Orang-orang shaleh yang menjadi ingatan mereka dalam hidup. Mereka itulah yang akan menemaninya di alam akhirat.

Saudaraku,
Hati-hatilah menyusuri jalan kebersamaan dengan orang-orang shalih. Waspadalah untuk tidak melakukan penyimpangan, yang membuat kesenjangan diri kita dengan mereka. Salim bin Abi Ja’ad mengatakan bahwa Abu Darda pernah berkata, "Hendaklah seseorang berhati-hati bila ia dibenci oleh hati orang-orang beriman dari arah yang tidak ia sadari.” Kemudian sahabat Abu Darda bertanya, “Tahukah kalian apa yang dimaksud dengan kata-kata itu?” Salim mengatakan bahwa ia tidak mengerti. Abu Darda menjelaskan, “Yaitu seorang hamba bermaksiat kepada Allah dalam keadaan sendiri lalu Allah menghunjamkan kemarahan-Nya dalam hati orang-orang beriman tanpa ia sadari.” (Al-Hilya: 1/215)

Kemarahan hati orang beriman, adalah kesengsaraan. Kebencian orang-orang yang beriman adalah pangkal kesempitan dan penderitaan. Karena merekalah sebenarnya yang dapat mengubah dunia dengan segala permasalahannya menjadi indah. Mulut-mulut merekalah yang menuangkan nasihat dan membicarakan kalimat demi kaiimat yang dapat menentramkan hati. Lidah-lidah merekalah yang menyiram hati kita untuk senantiasa berada dalam keridhaan dan tidak terlalu jauh menyimpang dari ridha Allah SWT. Tangan-tangan merekalah yang menuntun kita. Telapak tangan merekalah yang tertengadah di malam sunyi dan gelap malam hingga memberi kekuatan iman dalam diri kita. Ingatlah sabda Rasulullah tentang do’a seorang mukmin di tengah malam yang dijamin diterima Allah SWT.

Saudaraku,
Bersahabat dengan mereka, akan mendekatkan kita pada Allah. Dan ketaatan kita pada Allah, juga akan mendekatkan kita pada mereka. Ibnu Asakir meriwayatkan, Abu Darda‘ menulis surat pada Maslamah bin Makhlad. "Seorang hamba jika ia telah berbuat kebajikan untuk taat kepada Allah, maka Allah mencintainya. Bila Allah telah mencintainya, Allah akan menjadikan makhluk cinta padanya. Dan bila ia bermaksiat pada Allah, maka Allah akan memarahinya. Bila ia telah dimarahi olehNya, Maka Allah akan menjadikan seluruh makhluk benci padanya." (Al Kanz, 8/255)

Semoga Allah menghimpun kita dalam golongan orang-orang yang mendapat ridha-Nya di akhirat. Amiin Allahuma amiin.