Salah satu aspek yang sering kita lupakan dalam mendidik anak-anak adalah tarbiyah ruhiyah. Jangankan untuk anak, untuk diri sendiri pun kita sering lupa dengan tarbiyah bentuk ini. Padahal, seperti halnya akal dan pikiran perlu mendapat pendidikan, ruh kitapun wajib mendapatkan haknya.
Iman merupakan hal asasi dalam kehidupan seorang muslim, sedang tarbiyah merupakan kebutuhan pokok setiap insan. Tarbiyah imaniyah adalah tarbiyah yang ditujukan untuk meningkatkan iman, ma’nawiyah (mentalitas), akhlaq (moralitas), dan syakhsyiyah (kepribadian) daripada mutarobiyyin (anak didik).
Iman kepada Allah dan hari akhir wajib mendapat pupuk yang menyegarkan, disiram dengan air agar terus menerus tumbuh di lahannya secara bertahap dan tawazun (seimbang) menuju kesempurnaan. Iman tumbuh subur karena didasari hubungan yang intens dengan Allah dalam berbagai bentuknya. Cobalah simak hasil tarbiyah pada seorang anak di masa salaf dahulu.
Abdullah bin Dinar berkisah tentang perjalanannya bersama Khalifah Umar bin Khattab. Beliau mengatakan, "Saya bersama Umar bin Khattab r.a. pergi ke Makkah dan beristirahat di suatu tempat. Lalu terlihatlah anak gembala dengan membawa banyak gembalaannya turun dari gunung dan berjumpa dengan kami. Umar bin Khattab berkata, "Hai penggembala, juallah seekor kambingmu itu kepadaku!"
Anak kecil penggembala itu menjawab, "Aku bukan pemilik kambing ini, aku hanya seorang budaknya." Umar menguji anak itu, "Katakanlah kepada tuanmu bahwa salah seekor kambingnya dimakan srigala."
Anak itu termenung lalu menatap wajah Umar, dan berkata, "Maka di manakah Allah?"
Mendengar kata-kata yang terlontar dari anak kecil ini, menangislah Umar. Kemudian beliau mengajak budak itu kepada tuannya kemudian memerdekakannya. Beliau berkata pada anak itu, "Kalimat yang telah engkau ucapkan tadi telah membebebaskanmu di dunia ini, aku harap kalimat-kalimat tersebut juga akan membebaskanmu kelak di akhirat."
Kejadian di atas menunjukkan salah satu pengaruh dari pengenalan terhadap Allah. Kejadian serupa itu sudah sangat jarang terjadi saat ini. Sekarang ini, di masyarakat kita kejujuran dan kebenaran seolah sudah tak ada harganya. Coba bandingkan dengan sikap Umar yang menghargai anak tersebut dengan membebaskannya dari perbudakan.
Mungkin timbul pertanyaan: bagaimanakah seorang anak kecil di masa itu bisa menjadi begitu yakin dengan pengawasan Allah (muroqobatullah) yang berlaku pada setiap manusia?
Keyakinan lahir dari suatu pendidikan dan latihan yang benar. Di mana kekhalifahan Umar, masyarakat Islam sudah terbentuk dan masyarakat ini menghasilkan bi’ah (lingkungan) yang baik bagi anak tersebut, kendati ia berada di gurun. Pengaruh sistem pendidikan Islam telah merembes ke berbagai tempat sehingga setiap orang benar-benar meyakini dan menghayati syariat Allah.
Tarbiyah imaniyah untuk anak-anak merupakan satu pendidikan yang meliputi hal-hal berikut:
1. Upaya melaksanakan dan menghayati nilai-nilai ibadah kepada Allah dalam arti yang seluas-luasnya sesuai dengan bimbingan Rasulullah SAW.
2. Pembiasaan dalam mengingat Allah (dzikrullah) dengan membaca ayat-ayat Al Qur’an atau dengan menyebut-nyebut nama Allah dengan cara yang tepat di saat-saat tertentu.
3. Membiasakan merasakan adanya bimbingan Allah dalam melaksanakan kebaikan dan pengawasan Allah dalam setiap aspek kehidupan. Yaitu dengan menghubungkan kejadian-kejadian sehari-hari yang dialaminya dengan kekuasaan Allah.4. Membiasakan menggantungkan diri kepada Allah misalnya dengan berdo’a dalam berbagai situasi dan kondisi.
5. Meningkatkan akhlak (perilaku) yang baik dengan mencontohkan tindakan-tindakan baik dan memperbaiki perilakunya pada saat anak melakukan keburukan.
6. Memberikan motivasi dan rangsangan dengan memuji atau memberi hadiah ketika anak berbuat baik, memberi manfaat kepada orang lain, atau menyenangkan orang lain kendati orang tersebut tidak menyadarinya.
7. Membimbing hal-hal lain untuk yang berhubungan dengan pendekatan diri kepada Allah.
Metode Tarbiyah
Pembekalan keimanan bagi anak-anak berorientasi pada penyiapan pemahaman dan pembiasaan berbagai hal yang kelak dapat menolong anak untuk melakukan sendiri berbagai kegiatan yang dapat memelihara ruhiyahnya.
Anak-anak sebenarnya lebih mudah menerima hal-hal yang bersifat teoritis kendati bersumber dari alam ghaib (tidak nampak). Karena secara fitrah mereka mudah mempercayai orang tua, guru, atau kawan dekatnya. Anak-anak senantiasa jujur dan tidak mau didustai seperti pada kisah Umar bin Khattab di atas. Ini menunjukkan bahwa kejujuran mereka amat mudah mendekatkan mereka kepada Allah.
Tarbiyah imaniyah untuk anak-anak dapat diberikan dengan jalan:
1. Dengan Contoh dan Keteladanan
Anak-anak adalah makhluk yang paling senang meniru. Orang tuanya merupakan figur dan idolanya. Bila mereka melihat kebiasaan baik dari ayah ibunya, maka mereka pun akan dengan cepat mencontohnya. Orang tua yang berperilaku buruk akan ditiru perilakunya oleh anak-anak. Anak paling mudah mengikuti kata-kata yang keluar dari mulut kita. Misalnya dalam mensyukuri segala nikmat yang diperoleh dalam keluarga. Kepada anak harus senantiasa diingatkan betapa semua rezeki bersumber dari Allah. Apabila kita memberi pisang kepada anak misalnya, sempatkanlah bertanya , "Darimana pisang ini, Nak?" "Dari Umi," jawab si anak. "Ya. Tetapi sebenarnya pisang ini pemberian Allah kepada kita. Allah menyampaikannya melalui Umi."
Dengan cara demikian, dalam peristiwa sederhana ini kita mencontohkan bagaimana mengingatkan Allah dan mensyukuri pemberian-Nya. Mengucapkan hamdalah ketika menerima sesuatu dan menjelaskan kepada mereka bahwa semuanya merupakan kasih sayang Allah dan merupakan suatu kewajiban yang tidak dapat dipungkiri. Demikian pula mengucapkan insya Allah, subhannallah, dan berbagai ungkapan tasbih lainnya akan dicontohkan oleh anak.
2. Dengan Latihan dan Pembiasaan
Banyak pembiasaan ibadah harus dilakukan pada anak. Misalnya pembacaan do’a pada tiap-tiap kesempatan dan menguraikan maksud dan isi do’a tersebut. Di setiap munasabah, ada do’a yang pantas diucapkan. Mau makan, minum, tidur, mau belajar, mau berwudhu, menaiki kendaraan, dan lain-lain ada do’a yang khas untuknya. Anak-anak sangat mudah menghafalkan do’a-do’a ini. Apalagi bila di sekolah mereka mendapat program khusus mengenai do’a ini. Tetapi pengamalan do’a-do’a tersebut sangat tergantung pada pengawasan orang tua. Biar pun anak mampu menghafal seratus do’a di sekolah atau madrasahnya, dia tidak akan mampu meningkatkan imannya bila tidak ada pengamalan dan penghayatannya. Secara rutin dan teratur ayah atau ibu hendaknya membimbing anak membiasakan pembacaan do’a ini, menjelaskan dan memberi pengertian tentang nilai-nilai kandungannya.
Pembiasaan lain yang perlu dilakukan semenjak dini antara lain:
- Membawa anak-anak ke masjid, beri’tikaf, serta mencintai dan menghormati jamaahnya.
- Memberikan perhatian khusus agar anak senantiasa membaca Al Qur’an secara rutin.
3. Dengan Nasihat dan Bimbingan
Orientasi nasihat dan bimbingan bertujuan mengingatkan anak terhadap pengawasan Allah di mana pun mereka berada. Ibnu Abbas r.a. menceritakan bahwa sewaktu masih anak-anak, beliau pernah dibonceng Rasulullah di atas untanya. Perjalanan yang mengasyikkan ini digunakan Rasulullah untuk menasihati Ibnu Abbas. Waktu itu Rasulullah SAW berkata, "Hai anak, jagalah semua perintah Allah, niscaya Allah memeliharamu. Periharalah semua perintah Allah, niscaya engkau dapati Dia di hadapanmu. Apabila engkau memohon sesuatu, mohonlah hal itu kepada Allah, dan bila meminta pertolongan, mintalah kepada Allah. Dan ketahuilah, sekiranya seluruh masyarakat sepakat berbuat sesuatu yang bermanfaat bagimu, maka semua manfaat itu hanyalah Allah yang menentukannya, dan bila mereka akan berbuat jahat kepadamu, maka kejahatan itu tidak akan menimpamu kecuali yang telah ditetapkan Allah pula. Terangkat qalam dan keringlah pena." (At-Turmudzi)
4. Dengan Pengarahan dan Pengajaran
Bila nasihat disampaikan di mana saja, di tempat-tempat di mana orang tua (murobbi) berinteraksi dengan anak didiknya, maka pengarahan dan bimbingan mengambil waktu dan tempat tertentu misalnya seusai shalat Shubuh atau Maghrib berjamaah. Rasulullah pernah memberi pengajaran kepada Ibnu Abbas sebagai berikut, "Periharalah perintah Allah, engkau dapatkan Allah di hadapanmu. Kenalkan dirimu kepada Allah di waktu senang, niscaya Allah akan mengingatmu di saat kesukaran. Ketahuilah bahwa sesuatu yang terlepas darimu tidak akan mengenaimu, dan yang menjadi bagianmu tidak akan terlepas darimu. Ketahuilah bahwa kemenangan itu beserta keshabaran, dan kegembiraan itu setelah kesukaran, dan setiap ada kesukaran akan ada kelapangan."
Anak-anak pra sekolah dapat mulai dimasukkan ke TPA di mana mereka mendapatkan arahan dan pengajaran dari guru-guru yang sudah memahami metoda pendidikan keimanan kepada balita.
5. Dengan Bercerita dan Berkisah
Anak-anak sangat senang pada cerita-cerita dan kisah-kisah masa lampau. Apalagi di dalamnya terkandung unsur-unsur heroik dan semangat perjuangan. Islam memiliki khazanah kekayaan sejarah yang sangat besar. Mulai zaman nabi-nabi, Nabi Muhammad dan para sahabat beliau, serta sejarah umat Islamnya. Ibnu Mas’ud berkata, "Kami (generasi sahabat) mengajarkan perang-perang Rasulullah kepada anak-anak kami sebagaimana kami mengajarkan Al Qur’an."
Ayah dan ibu yang bercerita kepada anaknya akan lebih melekatkan anak-anak pada keteladanan dan ibroh (pelajaran) yang dapat diambil oleh anak. Sesungguhnya apabila kita mampu bercerita dengan baik, kisah dari seorang ibu yang lembut dan penuh keakraban insya Allah dapat lebih disukai anak tenimbang acara-acara telivisi. Karena pendekatan cerita sebelum tidur bersifat timbal balik dan mempunyai dampak psikologis yang dibutuhkan anak.
6. Dengan Dorongan, Rangsangan dan Penghargaan
Usia kanak-kanak sangat memerlukan dorongan dan penghargaan ketika meraih sesuatu kendati sangat sederhana. Jangan segan-segan mengucapkan terima kasih kepada anak yang berhasil nilai yang bagus, atau memberi hadiah ketika berhasil dalam salah satu kegiatan. Di dalam hadiah tercermin kasih sayang, karena Rasulullah bersabda, "Saling beri hadiahlah kalian dengan demikian kalian akan saling mencintai." (Al-Hadits)
Bagi seorang anak, perhatian, ciuman, dekapan yang mesra, atau gendongan dapat dipahami sebagai hadiah. Anak yang lebih besar ingin hadiah yang lebih kongkrit. Tak ada salahnya ayah memberi sesuatu ketika anak telah berprestasi dalam peningkatan pribadinya. Misalnya, ketika berhasil menghafal satu surat di antara surat-surat Al Qur’an.
(Dikutip dari Majalah Ummi, No. 9/VIII Tahun 1417H/1997)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar