Pertolongan Allah itu pasti. "Jika kalian menolong (agama) Allah, maka Allah pasti akan menolong kalian dan mengokohkan pijakan kalian," (Qs. Muhammad: 7).

Firman Allah tersebut menegaskan rumus pertolongan Allah yang bersifat aksioma, sebagai konsekuensi dari loyalitas yang tinggi kaum beriman. Bantuan dan perolongan Allah tidak datang begitu saja. Allah tidak akan memberi bantuan itu secara cuma-cuma.

Allah SWT menghendaki bahwa pembelaan-Nya kepada orang-orang beriman terwujud dengan adanya upaya dari mereka sendiri, agar mereka mencapai kematangan dari celah-celah kesulitan yang mereka alami. Seseorang akan mencapai kematangan di saat potensi dan kekuatan terpendamnya bangkit. Dan kondisi itu takkan terwujud kecuali tatkala ia berhadapan dengan marabahaya. Ketika seseorang melakukan upaya membela diri dan menghimpun seluruh tenaganya untuk berhadapan dengan sesuatu yang mengancam aqidah, prinsip dan kehidupannya, di sanalah seluruh sel kekuatannya akan bangkit.


Andai pertolongan Allah itu datang tanpa melalui susah payah, maka kenikmatan yang terjadi sesudah itu bisa saja akan menjadi penghambat munculnya potensi kekuatan yang dimiliki oleh seseorang. Di samping itu, bantuan Allah yang diturunkan itupun mungkin rasanya tidak begitu bernilai, lantaran tak ada tuntutan pengorbanan yang berarti untuk memperolehnya.

Dalam perang Badar misalnya. Pertolongan Allah datang tatkala kaum muslimin telah membuktikan dua hal. Pertama, motivasi mereka yang sangat kuat dalam membela agama Allah, meskipun kaum muslimin saat itu menyadari akan berhadapan dengan pasukan musuh yang jauh lebih besar dan lebih hebat dibanding mereka. Dalam perang tersebut sejarah memperlihatkan indahnya kesungguhan dan keikhlasan para prajurit Islam dalam membela agama Allah dengan harta dan jiwa raga mereka.

Kedua, ketaatan dan kepatuhan mereka pada pemimpin mereka Rasulullah SAW. Ketaatan tersebut dijiwai oleh iman yang tertancap dalam dada mereka, sehingga sulit dipatahkan oleh dahsyatnya pertempuran. Pertolongan Allah pun datang di saat yang tepat sebagai konsekuensi logis dari kedua faktor di atas. Meski secara jumlah dan persiapan perang kaum muslimin jauh lebih lemah, namun dalam perang itu kaum muslimin memperoleh kemenangan gemilang.

Kesimpulannya, Allah menjadikan pertolongan-Nya pada orang beriman hanya bila ada upaya dan usaha dari diri mereka sendiri. Ia tidak memberi pertolongan sebagai sesuatu yang dijatuhkan begitu saja dari langit. Apa saja upaya yang harus dilakukan sehingga kita layak mendapat pertolongnan Allah?

Pertama, membersihkan niat beramal dari segala motivasi yang tidak bersih. Itulah ikhlas. Ikhlas adalah kunci pertama yang paling penting bagi terbukanya pintu pertolongan Allah. Nilai suatu pekerjaan sangat tergantung dari kadar keikhlasan pelakunya. Meski secara zahir suatu pekerjaan itu berat dan tampaknya untuk membela kepentingan Islam, namun bila pelakunya tidak memiliki niat yang ikhlash, maka amalnya akan sia-sia. Kalau tidak justru mendatangkan siksa. Ada orang yang mungkin melakukan pekerjaan yang dinilai baik di mata manusia, tapi ia berniat melakukannya untuk popularitas atau kepentingan duniawi lainnya. Orang seperti ini, tidak akan mendapat pertolongan Allah. Dengan kata lain, wujud keikhlasan tidak bisa terlihat sekadar bila seseorang melakukan sesuatu pekerjaan yang berat dan menanggung risiko. Bahkan dalam medan jihad, dalam sebuah hadits pernah diceritakan kisah seorang pemuda yang terlihat gagah berani di medan pertempuran. Namun Rasulullah mengatakan pemuda itu adalah penghuni neraka. Di akhir pertempuran, para sahabat mendapati pemuda itu menghunus pedangnya ke tubuhnya sendiri lantaran tak kuat menahan luka.

Kedua, berdo’a dengan penuh kepasrahan pada Allah SWT. Dalam Al-Qur’an disebutkan, “Berdo‘alah kepada Rabbmu dengan rasa takut dan suara lirih …”(Qs. Al-A’raf: 55) Berdo’a dengan rasa takut dan suara lirih, merupakan salah satu bentuk kesungguhan dan kepasrahan di hadapan Allah. Memanjatkan do’a kepada Allah harus dilakukan dengan hati yang sungguh-sungguh, penuh konsentrasi, sebagai bukti kerendahan dan harapan penuh kita kepada Allah SWT. Permohonan seperti ini, insya Allah akan dikabulkan. Rasulullah SAW bersabda, “Adakalanya seseorang yang rambutnya terurai dan berdebu, bahkan diusir dari semua pintu rumah orang karena hina dalam pandangan manusia. Namun kalau ia sungguh-sungguh meminta kepada Allah, pasti Allah mengabulkannya.” (HR. Muslim)

Ketiga, yakini bahwa kehidupan ini adalah ladang amal yang tanpa batas untuk meraih kebahagiaan di akhirat. Lingkup amal yang harus dilakukan itu meliputi seluruh waktu kehidupan seseorang. Selama ia masih hidup, selama itu pula ia diperintahkan untuk terus berusaha dan berjuang sebatas kemampuan yang dimiliki. Tak ada ujian hidup yang melanggar kemampuan manusiawi. Dalam surat Al-Baqarah, Allah telah menegaskan, Allah tidak akan membebani seseorang kecuali sebatas kemampuannya.” Seberat apapun ujian dan kesulitan hidup, pasti masih berada dalam batas kemampuan manusia untuk memikulnya. Dan manusia dapat memikul beban tersebut, hanya dengan kualitas iman yang baik.

Keempat, hindarilah mengatakan bahwa kita sudah habis kesabaran menghadapi keadaan yang tidak sesuai. Karena pada dasarnya batas kesabaran itu tidak ada. Batas kesabaran sama dengan batas manusia hidup. Dan selama itu tak ada pernyataan bahwa kesabaran kita sudah habis. Sabar artinya tahan menderita menghadapi hal-hal yang tidak menyenangkan diri dan sanggup menahan diri ketika memperoleh hal-hal yang menyenangkan sehingga tidak terjerumus pada perbuatan maksiat.

Bersabar dalam penderitaan dan kesenangan menjadikan seseorang selalu dekat kepada Allah dan menjaga diri dari segala hal yang dapat menimbulkan kemurkaan Allah. Orang semacam ini berhak mendapat kasih sayang Allah, sehingga menjadi hamba yang dekat dengan Allah. Pertolongan Allah pun akan sangat mungkin turun pada hamba-hamba-Nya yang bersabar. Justru dengan bersabarlah para salafushalih merasakan kenikmatan dalam hidup. Seperti dikatakan Umar bin Khattab, “Kami mendapatkan kebaikan hidup kami dengan bersabar."

Ali bin Abi Thalib mengatakan, "Ketahuilah bahwa posisi sabar bagi iman adalah seperti posisi kepala bagi tubuh. Jika kepala terputus, maka matilah badan." Kemudian ia meninggikan suaranya, “Ketahuilah bahwa tidak beriman orang yang tidak bersabar." Umar bin Abdul Aziz mengatakan, "Allah tidak memberi suatu kenikmatan pada hamba-Nya, kemudian Dia mencabutnya dari orang itu dan menggantinya dengan sabar, maka penggantinya itu lebih baik daripada apa yang dicabut darinya." Itulah pertolongan Allah.

Kelima, pantang berputus asa dari rahmat Allah. Rasulullah SAW pernah bersabda, "Tiga golongan yang kelak tidak akan diperiksa lagi perkaranya (di akhirat). Yaitu …. orang-orang yang berputus asa dari rahmat Allah.” (HR. Thabrani, Abu Ya’la, dan Bukhari dalam kitab Adab). Putus asa ialah sikap tidak mempunyai harapan baik akan masa depan. Sikap putus asa timbul pada diri orang yang kurang beriman pada kemurahan Allah SWT kepada makhluk-Nya. Lantaran kondisi tersebut, seseorang bahkan menuduh Allah tidak adil karena menjadikan dirinya dalam kesulitan atau kesusahan. Dengan kata lain, orang yang putus asa adalah orang yang mengingkari sifat keadilan, kemurahan dan kebijaksanaan Allah kepada makhluk-Nya. Sikap ini pasti menjadikan Allah murka.

Keenam, tetap memelihara sikap istiqamah. Utamanya dengan memperbanyak ibadah dan menjauhi maksiat. Orang yang istiqamah atau berpegang teguh pada petunjuk Allah akan selalu tertuntun pada kebenaran. Orang yang istiqamah menjalani kehidupan di dunia ini akan dibebaskan oleh Allah dari perasaan resah, takut, dan khawatir menghadapi segala ujian dan cobaan hidup. Orang-orang semacam ini selalu berada di bawah kasih sayang Allah. Di manapun mereka berada mereka selalu dinaungi malaikat rahmat, karena mereka selalu dekat dengan Allah. Orang yang dekat dengan Allah selalu didengar dan diperhatikan oleh Allah sehingga mereka merasa aman dan tentram, tanpa sedikitpun merasa sedih dan was-was menghadapi tantangan hidup. “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan “Rabb kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tidak (pula) berduka cita.”(QS. Fushilat: 30)

Ketujuh, jangan sekali-kali menyalahkan ketentuan Allah. Apalagi bila kemudian dilanjutkan dengan do’a untuk keburukan. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak sekali-kali seorang muslim di bumi ini berdo’a pada Allah meminta suatu permintaan, melainkan Allah akan memberi apa yang ia minta atau memalingkan darinya suatu kejahatan

yang semisal dengan permintaannya, selagi ia tidak berdo’a meminta suatu dosa atau memutuskan silaturahmi.” Maka ada seseorang berkata, “kalau demikian, kami akan memperbanyak (berdo’a)." Beliau menjawab, Allah Maha Memberi." (HR. Tirmidzi),

Kedelapan, pelajari dan lakukan sebab-sebab logis bagi datangnya pertolongan Allah. Pertolongan Allah tidak akan datang bagi seseorang yang tidak mau melakukan sesuatu yang bisa mendatangkan keberhasilan, sesuai sunnatullah dalam alam semesta. Keinginan untuk lulus dalam ujian, harus dibarengi dengan upaya belajar dengan baik. Keinginan untuk bisa memperoleh rezeki yang banyak, harus diiringi dengan sikap ulet, cermat, tekun, disiplin, dan profesionalisme yang tinggi, Harapan agar kondisi umat Islam berubah menuju kejayaan, harus didukung dengan upaya mendidik dan membina masyarakat muslim yang memiliki pemahaman dan komitmen agama yang baik. Sebab itulah fondasi dan syarat utama kemenangan umat Islam. Begitu seterusnya.

Setelah sikap-sikap diatas bisa dimiliki, maka nantikanlah pertolongan Allah yang pasti datang. Allah SWT berfirman dalam salah satu hadits qudsi, “Barang siapa yang memusuhi wali (kekasih)-Ku, maka sungguh Aku telah mengumumkan perang terhadapnya, dan tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu perbuatan yang lebih Aku cintai daripada apa-apa yang telah Aku fardhukan kepadanya. Dan seorang hamba-Ku terus menerus mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah sunnah sehingga Aku mencintainya. Dan bila Aku mencintainya, Akulah pendengarannya yang dengannya ia mendengar, Akulah penglihatannya yang dengannya ia melihat, Akulah tangannya yang dengannya ia memukul, dan Akulah kakinya yang dengannya ia berjalan, Kalau ia meminta padaku, niscaya Aku beri dan jika ia meminta perlindungan kepada-Ku niscaya Aku lindungi." (HR. Muslim).

Hanya saja, perlu dicatat, jangan diartikan bahwa pertolongan Allah itu datang selalu dalam bentuk yang sesuai dengan keinginan kita. Bisa saja Allah memberi pertolongan tidak dalam bentuk yang kita ingini, bahkan sebaliknya. Tapi pastikan, itu adalah awal dari sesuatu yang baik. Wallahu’alam