Penulis membuat perbandingan antara dua perkara di atas, perbandingan ini berlaku bagi yang telah mampu menikah bukan yang belum mampu, karena jika kita berbicara menunda atau menyegarakan sesuatu berarti kemampuan melakukannya telah tersedia, hanya persoalannya hendak ditunda atau disegerakan. Kalau tidak mampu maka apa yang hendak ditunda dan disegerakan?
Perbandingan ini mencakup dua sisi; sebab dan akibat. Yang pertama adalah alasan yang membuat seseorang menunda atau menyegerakan. Yang kedua adalah akibat dari masing-masing.
Sebab menunda
Menunda menikah memiliki banyak alasan, lebih-lebih kata orang alasan bisa dicari, jika kita meruntutnya maka kita lelah sendiri, dari sini maka penulis sebisa mungkin membatasi pada alasan yang memiliki sisi pembenaran dalam batas tertentu, di antaranya:
1- Belum menemukan pasangan yang cocok, padahal kecocokan antara suami istri mutlak diperlukan demi kelangsungan kehidupan rumah tangga, tidak jarang perceraian terjadi dengan alasan tidak ada kecocokan.
2- Belum siap materi atau dengan kata yang pas, uangnya belum cukup alias masih cekak, padahal pernikahan memerlukan ongkos untuk akadnya berikut walimahnya selanjutnya kebutuhan sehari-hari, belum lagi kalau sudah ada momongan, bea yang diperlukan akan meningkat sementara penghasilan belum tentu meningkat.
3- Belum siap mental atau belum memiliki kedewasaan sementara pernikahan tidak hanya berkaitan dengan materi semata, ia juga berhubungan dengan mental dan memerlukannya, banyak hal yang akan terjadi di dalam pernikahan yang jika tidak dihadapi dengan mental kedewasaan yang baik maka bisa berakibat bubarnya pernikahan itu sendiri.
4- Belum ingin terikat, masih ingin bebas, –bebas di sini dalam hal-hal yang dibolehkan, kalau bebas dalam hal-hal yang tidak baik maka itu bukan alasan- pernikahan mengikat seseorang dengan hak dan kewajiban, sehingga yang bersangkutan masuk ke dalam keterbatasan, ini lebih berat bebannya daripada sebaliknya.
5- Belum memprioritaskan pernikahan karena ada hal lain yang dirasa lebih layak untuk dikedepankan dan keduanya tidak bisa atau sulit dijalankan sekaligus, menikah bisa menghalangi atau menghambat tercapainya hal tersebut. Jadi logis kalau mementingkan yang lebih penting kemudian yang penting.
Ini adalah lima alasan yang menurut pertimbangan penulis paling menonjol dan paling umum dijadikan sebagai faktor menunda pernikahan, bukan pembatasan dan bukan pendapat otoriter atau mau menang sendiri, penulis yakin di antara pembaca ada yang tidak menyetujui sebagian darinya dan melihat bahwa ada alasan lain yang lebih berhak disodorkan daripada apa yang penulis sodorkan, ma fi musykilah, tidak masalah, karena ini hanya sebatas pertimbangan yang mengacu kepada pengamatan di mana peluang berbeda terbuka di antara dua kepala. Hal ini juga berlaku untuk alasan menyegerakan yang akan hadir di bawah ini.
Setelah alasan-alasan menunda dipaparkan, maka kita melangkah ke jenjang berikut yaitu alasan menyegerakan.
1- Menyegerakan kebaikan, pernikahan merupakan salah satu bentuk kebaikan, ia adalah perbuatan mulia jika dilandasi dengan niat yang mulia, baiknya suatu kebaikan adalah apabila ia disegerakan, sebab jika ditunda maka ia akan tertunda, kebaikan yang tertunda bisa berubah menjadi tidak baik, di samping itu sampai kapan? Bisa-bisa tidak terlaksana karena keburu patah hati atau mati.
2- Menjaga diri dan menikah adalah salah satu cara terbaik dalam hal ini, karena dengan menikah tersedia jalan yang halal sehingga mempersempit jalan yang haram.
3- Tersedianya sarana-sarana pernikahan, jodoh yang cocok telah ditemukan, sisi materi terpenuhi dan kesiapan mental sudah terwujud, mengapa tidak disegerakan? Menunggu apa lagi?
Telaah terhadap alasan menunda
1- Alasan belum menemukan pasangan yang cocok, pertanyaan yang terarah kepada alasan ini, dari mana mengetahui kalau pasangan tersebut cocok atau tidak sementara pernikahan belum berlangsung? Mengetahui cocok tidaknya didapatkan melalui pengalaman atau percobaan, sementara di sini dua hal terakhir ini belum terjadi, maka alasan ini lebih bersifat sentimen atau perasaan daripada logis atau nalar.
Di samping itu realita membuktikan bahwa tidak ada manusia yang sama, di mana-mana suami istri selalu memulai dengan penyesuaian karena adanya perbedaan di antara keduanya dan perbedaan ini bisa jadi lebih besar, tetapi seiring dengan waktu keselarasan bisa tercapai. Jadi kecocokan baru bisa diraih setelah adanya usaha untuk mencocokkan dan ini terjadi setelah pernikahan, kalau sebelumnya maka ia lebih dekat kepada ketakutan dan kekhawatiran.
2- Alasan belum cukup ongkos, pertanyaan yang terarah kepada alasan ini, pernikahan dan kehidupan yang bagaimanakah yang Anda canangkan? Kalau Allah telah memudahkan rizki sederhana dan ia memadahi untuk hidup sederhana, maka pernikahan tetap tidak terhalang, tentu dengan menyesuaikan standar isi kantong.
Sisi lain yang tidak patut dilupakan, standar cukup bersifat relatif, yang sering malah tidak ada standarnya sebab pada dasarnya manusia memang tidak mengenal kata cukup, mempunyai satu lembah emas, dia tetap menginginkan dua lembah dan seterusnya. Benar pernikahan memerlukan bea akan tetapi bea ini bisa disesuaikan dengan batas atas rizki yang Allah mudahkan untuk suami istri tanpa memaksakan apa yang tidak ada.
3- Alasan belum siap mental, pertanyaannya kapan siapnya? Tidak ada kepastian waktu sehingga perkaranya terus tertunda tanpa batas waktu yang jelas. Penulis berpendapat justru pernikahan itulah yang memberi kesiapan secara langsung dan kongkrit, karena di dalamnya suami istri menemukan hal-hal yang mendidiknya untuk siap dan dengan itu keduanya menjadi lebih dewasa dan memahami.
4- Alasan masih ingin bebas karena bebannya lebih ringan, pertanyaannya apakah memang benar lebih ringan? Menurut sebagian malah bebannya lebih berat, karena di satu sisi dia bebas, di sisi yang lain dia harus menjaga diri yang bebannya bisa jadi lebih berat, sehingga baginya menyegerakan lebih ringan. Dan satu lagi, siapa bilang beban pernikahan itu berat? Ternyata setelah dijalani terbukti ia ringan. Dengan asumsi ia berat, namun inputnya sebanding bahkan lebih tinggi, jadi masih untung bukan?
5- Alasan terakhir, masih ada hal lain yang menuntut skala prioritas yang sulit dijalankan berbarengan dengan pernikahan, ini alasan yang paling dekat dan paling mungkin diterima dengan catatan hal tersebut memang skala prioritas dalam arti sebenarnya dan bukan dibuat-buat, lebih-lebih jika hal yang dimaksud adalah sesuatu yang mulia, misalnya dia masih harus membantu mengentas keluarganya dan adik-adiknya, jika dia menikah maka sulit baginya membantu mereka. Ini masuk akal, namun yang lebih baik lagi menurut hemat penulis adalah mencari cara bagaimana kedua perkara ini bisa berjalan seiring tanpa saling mengalahkan. Ini yang lebih baik.
Terakhir, penulis tidak mempertimbangkan atau menela’ah alasan menyegerakan karena sisi keakuratannya kuat. Namun jika pembaca hendak mengkritisinya maka pintu tetap terbuka. Berlanjut. Wallahu a'lam.
(Izzudin Karimi)
Senin, 05 Januari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar